Senin, 20 Januari 2014

Teknik Radiografi Thorax


                                         Anatomi thorax  pada manusia :

1. FOTO THORAX POSISI PA
  • Pasien diposisikan erect menghadap bucky stand (kaset vertikal), MSL // garis tengah kaset.
  • Kedua punggung tangannya diletakkan di atas panggul dan siku ditekan ke depan. 
  • FFD 150 cm, CR horizontal, CP pada MSL setinggi CV thoracal VI 
  • Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh, berikan aba- aba : tarik napas … …tahan ! ………... Nafas biasa...! 

KRITERIA GAMBAR :
  • Foto mencakup keseluruhan thorax, bagian atas: apeks paru-paru tidak terpotong
  • Bagian bawah: kedua sinus costophrenicus tidak terpotong 
  • Diafragma mencapai iga ke- 9 belakang 
  • Kedua Os scapula terlempar ke arah lateral 
  • C.V. Thoracalis tampak s/d ruas keempat 
  • Tampak bayangan bronchus 
  • Foto simetris 
  • Tampak marker R/ L

2. FOTO THORAX POSISI AP
  • Pasien diposisikan setengah duduk atau supine di atas meja pemeriksaan/brandcar.
  • Kedua lengan lurus disamping tubuh.
  • Kaset di belakang tubuh, MSL // grs tengah kaset
  • FFD: 150 cm
  • CR tegak lurus kaset, CP pada MSL setinggi CV TH VI
  • Beri marker L / R
  • Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh

KRITERIA FOTO THORAX POSISI AP :
  • Tampak gambaran thorax proyeksi AP
  • Batas atas apex paru
  • Batas bawah sinus costophrenicus
  • Dinding lateral tidak terpotong
  • CV TH sampai ruas ke empat
  • Diafragma mencapai iga IX belakang
  • Tampak bayangan bronchus
  • Marker L / R & identitas pasien
  • Foto simetris

3. FOTO THORAX POSISI LATERAL
  • Pasien diposisikan erect, MSP // kaset
  • Kedua lengan dilipat di atas kepala
  • Pasang Marker L / R sesuai dengan sisi yang dekat ke kaset
  • FFD: 150 cm,
  • CR : horizontal
  • CP kira-kira satu inci ke depan dari MCL setinggi CV TH VI
  • Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah inspirasi penuh
KRITERIA GAMBARAN POSISI LATERAL:
  • Tampak gambaran thorax proyeksi lateral
  • Bagian Anterior mencakup gambaran sternum
  • Bagian Posterior mencakup Col.Vert. Thoracalis
  • Batas atas apex paru
  • Batas bawah sinus coctoprhenicus dan paru posterior
  • Gambaran iga-iga kiri dan kanan superposisi
  • Gambaran bahu tidak menutupi apex paru


High kV Teknik

HIGH KV TEHNIK

Variasi kv pada teknik permeriksaan adalah salah satu yang biasa digunakan untuk proyeksi tertentu tergantung pada ukuran ketebalan badan. Dan pemberian nilai milliampere-second juga disesuaikan untuk masing-masing badan yang diperiksa.
Sistem teknik yang menggunakan variasi kilo-voltage memiliki keuntungan yang menjanjikan dalam variasi ekspose pada ketebalan badan yang berbeda-beda. Kenaikan kilovoltage yang terus meningkat dapat mengurangi kontras pada radiografi. Penurunan nilai kontras dapat terjadi jika KiloVoltage awal terlalu rendah menyediakan penetrasi yang cukup dari organ itu.
Suatu penurunan kontras diperbolehkan ketika kilovoltage terlalu tinggi dapat mengurangi kemampuan radiolog untuk melihat detil yang bagus di gambaran organ. Pemanfaatan sistem variasi kilovoltage harus mampu dalam penetrasi/daya tembus yang cukup dari bagian organ tersebut dan hasil tingkatan nilai kontras itu bisa diterima oleh radiolog
Ada tiga faktor yang mempengaruhi nilai dari kontras. Faktor yang utama adalah untuk mengontrolan kontras yang bergantung pada kVp/mAs. Faktor yang kedua, tidak kalah penting adalah kendali dari pancaran radiasi untuk menghindari produksi radiasi dalam jumlah yang berlebihan dalam mengaburkan gambaran. Faktor yang lain yang mempengaruhi skala dari kontras adalah penggunaan dari IS.
Sehingga pada pertemuan kali ini, kami memaparkan atau menjelaskan tentang pemanfaat penggunaan variasi kv yang berbeda.
2. Tujuan
Dilakukan nya pemeriksaan dengan beberapa faktor eksposi yang berbeda khususnya dari kV (Kilo-voltage) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa pentingnya pengaruh faktor eksposi khusus nya kV terhadap gambaran radiografi
3. Pengertian High kV Technique
1. Definisi Teknik High kV menurut Bushong (1988)
Teknik High kV merupakan teknik radiografi yang menggunakan faktor eksposi dengan kV tinggi yaitu lebih dari 100 kV, sehingga perbedaan densitas antar tulang, jaringan, dan udara menjadi relative homogen.
2. Definisi Teknik High kV menurut Clark (1974)
Teknik High kV merupakan teknik yang sangat mengutamakan waktu eksposi yang sangat rendah. Teknik ini sangat efektif untuk mengontrol ketidaktajaman karena pergerakan dari objek yang tidak disengaja dan menyebabkan gambaran menjadi kabur. Teknik High kV dapat digunakan untuk pemeriksaan angiografi karena memerlukan waktu yang singkat, dan juga pada teknik pemeriksaan tulang.

3. Definisi Teknik High kV menurut Van Der Plats (1972)

Teknik High kV merupakan teknik pada bidang radiologi dengan memanfaatkan tegangan (kV) tinggi dengan menurunkan nilai mAs untuk menghasilkan gambaran radiografi yang sama dengan kondisi kV standar pada sebuah pemeriksaan radiologi. Gambaran radiografi dihasilkan oleh 2 variable yaitu kV dan mAs, kedua variable ini sangat mempengaruhi satu sama lain, jika kV naik maka mAs akan berkurang, untuk ukuran ketebalan yang sama dan begitu juga sebaliknya jika kV turun maka nilai mAs naik.
4. Tujuan penggunaan High kV Technique
Teknik High kV yang di gunakan pada bidang radiology khususnya radiodiagnostik sering banyak digunakan pada pemeriksaan-pemeriksaan dengan klinis tertentu contohnya organ-organ yang berupa tulang. Penggunaan teknik high kV ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran yang homogen antara tulang, jaringan, dan udara dengan mendapatkan perbandingan densitas yang hampir sama.
5. Hal - hal yang harus diperhatikan saat penggunaan high kv technique
Salah satu peralatan yang digunakan dalam bidang kedokteran terutama di bidang radiologi adalah pesawat sinar x. Pesawat sinar x dalam setiap pemeriksaan selain memberikan keuntungan dalam mendiagnosa suatu penyakit juga mempunyai efek yang merugikan bagi kesehatan tubuh apabila dosis radiasi yang di terima pada tubuh cukup besar. Oleh karena itu perlu diperhatikan faktor eksposi yang diberikan ke pasien agar aspek proteksi radiasi yang dalam pemeriksaan radiografi pasien harus menerima penyinaran serendah mungkin tanpa mengabaikan tujuan utama dari pemeriksaan tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan teknik kv tinggi. Akan tetapi perlu diperhatikan, hal-hal sebagai berikut :
1. Perlu kv tinggi atau diatas 100 kv
2. Untuk mengurangi hamburan menggunakan grid dengan rasio tinggi 10:1 sampai dengan 12 :1
3. Menggunakan kolimasi yang baik atau secukupnya
4. Kapasitas pesawat sinar-x minimal 500 mA
5. Kaset Green sensitife dengan karakteristik Low speed
6. Film Green sensitife dengan karakteristik Low speed

Selain itu ada beberapa rumus tentang pengolahan teknik high kV, berikut rumus-rumus yang mendasari teknik high kV :
A. Van der plats
- 15% nilai kV naik, maka mAs turun setengah
- 15% nilai kV turun, maka mAs naik dua kali lipat
Contoh : kV dari 60 kV dengan 30 mAs jika ditambah menjadi kV = 69 kV, maka mAs menjadi 15 mAs tapi bila kita turunkan jadi 51 kV maka nilai mAs menjadi 60 mAs.
B. Rumus 10 kV Rule
- Jika kV naik sebesar 10 kV, maka mAs akan berkurang menjadi setengahnya
- Jika kV turun sebesar 10 kV, maka mAs akan naik menjadi setengahnya.
6. Hubungan mAs terhadap gambaran
Kenaikan mAs akan diikuti dengan banyaknya jumlah elektron yang dihasilkan dan mempengaruhi banyaknya foton sinar-x yang dihasilkan atau dengan kata lain mAs berhubungan dengan kuantitas sinar-x yang dihasilkan, kuantitas sinar-x akan mempengaruhi densitas gambaran pada film yang dihasilkan, maka semakin tinggi mAs yang digunakan akan semakin tinggi densitas yang dihasilkan.

7. Hubungan mAs terhadap kV
Kenaikan mAs akan mengikuti kenaikan kV yang digunakan untuk menghasilkan sebuah gambaran pada film. Jika pada objek yang lebih tebal, supaya sinar-x bisa menembus objek tersebut dengan baik, maka akan digunakan kV yang lebih tinggi. Karena kV yang digunakan lebih tinggi maka untuk mengimbanginya digunakan juga mAs yang lebih tinggi (Ball and Price, 1990). Misalnya pada pemeriksaan os manus diberikan kV sebesar 44 dan mAs sebesar 4, maka jika dilakukan pemeriksaan thorax akan diberikan kV sebesar 58 dan mAs sebesar 6.

Pada kisaran kV tertentu antara 60-80 kV terdapat kecenderungan semakin tinggi kV yang digunakan akan semakin menurun mAs nya. Hal ini didasarkan pada aturan 10 kV (10 kV’s Rule). Aturan 10 kv menyebutkan bahwa jika kV naik 10 kV, maka mAs akan turun 50% dari semula dan jika kV turun 10 kV, maka mAs akan naik 50% dari semula. Untuk penggunaan kV yang tinggi atau biasa disebut dengan teknik kV tinggi dengan kisaran kV mulai dari 100 kV ke atas, mAs cenderung menjadi sangat rendah. Hal ini didasarkan pada rumus hubungan antara kV dengan mAs di bawah ini :
(kV 1)4 x mAs 1 = (kV 2)4 x mAs 2
Keterangan :
kV 1 = kV awal sebelum diubah
mAs 1 = mAs awal sebelum diubah
kV 2 = kV sesudah diubah
mAs 2 = mAs sesudah diubah
8. Keuntungan dan kerugian penggunaan high kv technique
1. Keuntungan penggunaan teknik High kV :
* Batasan tegas densitas jaringan dapat tervisualisasikan di film
* Mengurangi waktu eksposi lebih singkat dengan pemberian mAs yang kecil
* Panas tabung sinar x berkurang dan akan membuat pesawat menjadi lebih awet
* Lebih besar latitud eksposi
* Dengan mA yang kecil menjadikan fokus yang baik
* Dosis radiasi pasien berkurang di banding dengan teknik biasa bahkan berkurang hingga 80%
* Penggunaan mAs rendah memungkinkan penggunaan fokus kecil sehingga gambaran lebih tajam ( Menurut Glenda J. Bryan )
* Penggunaan mAs rendah memungkinkan terjadinya waktu eksposi singkat sehingga mampu menghindari movement unsharpness (Menurut Glenda J. Bryan)
* Dengan kV tinggi densitas lebih merata (Menurut Phillip W. Ballinger)
* Dengan mAs yang lebih kecil dari teknik kV biasanya sehingga waktu eksposi lebih rendah, kemudian movement unsharpness nya dapat teratasi lalu dengan fokus kecil maka geometri unsharpness juga dapat teratasi. (Menurut Phillip W. Balingger)
2. Kerugian penggunaan teknik High kV :
* Memerlukan pesawat sinar-x yang memiliki kv besar
* Radiasi hambur meningkat sehingga memerlukan grid beratio tinggi
* Mengurangi detail dan kontras di struktur jaringan
* Dosis yang diterima gonad besar pada pemeriksaan thoraks
* Penetrasi atau daya tembus beresiko besar untuk pembuluh darah kecil
* Detail pada tulang kurang terutama pada foto-foto tulang
* Pada tomogram memiliki kontras yang kurang baik
* Memerlukan peralatan tambahan khusus (Menurut Glenda J. Bryan)
9. Kesimpulan
Dengan penggunan kv tinggi, dosis radiasi yang diterima pasien berkurang dan gambaran yang dihasilkan cukup baik, sehingga umur pesawat rontgen lebih lama karena disebabkan oleh panas yang di terima tabung sinar x berkurang atau tidak terlalu panas.
Dalam pemeriksaan banyak menggunakan variasi kv untuk mendapatkan hasil dengan nilai kontras yang berbeda, sehingga dapat disimpulkan :
Kontras Tinggi : mAs tinggi + kVp rendah
Kontras Rendah : mAs rendah + kVp tinggi
10. Saran
— Bila ingin menghasilkan gambaran dari suatu jaringan, tulang ,udara dengan densitas yang hampir sama antara ketiganya sebaiknya menggunakan teknik kv tinggi.
— Untuk mengurangi dosis radiasi terhadap pasien, salah satu caranya adalah dengan penggunaan teknik kV tinggi.

Judul KTI

Judul KTI ini dapat menjadi pedoman bagi anda calon radiografer :

  1. Perbandingan Hasil Gambaran Os Pedis dengan CR 0 , 5 , 10 dan 15 menuju Tumit untuk
  2. Sistem Pengambilan Kaset Secara Otomatis pada Box Film
  3. Penggunaan Saklar Sebagai Pengaman Box Film dengan Mengatur Hidup Matinya Lampu pada kamar Gelap
  4. Pemeriksaan Urethrocystogram bipolar
  5. Perbedaan BNO-IVP menggunakan kompresi dengan yang tidak
  6. Pemeriksaan Mictuaring Cystouretrografi
  7. Viewing Box Otomatis Menggunakan Detektor Optocoupler
  8. Peringatan Tanda Bahaya Radiasi pada Pesawat Panoramik dengan Menggunakan Lampu Indikator dan Suara
  9. Penerapan Teori Anoda Heel Efect pada Pemeriksaan Vertebrae Thorakal  √
  10. Uji Kualitas 3 (tiga) merek Film Yang Berbeda yang Massa Eksposure date nya tinggal 1 (satu) Bulan Terhadap Densitas
  11. Uji Cut Off Grid yang Berbeda Ratio pada Pemeriksaan Kepala.  √
  12. Pembuatan Alat Pengering (Dryeng) Film Processing Manual dengan Penambahan Timer Otomatis.
  13. Perbandingan Densitas Gambaran dengan Menggunakan Developer air dan Bubuk
  14. Perbandingan QA dan QC kamar Gelap pada dua Rumah Sakit yang berbeda.
  15. Perbandingan Gambaran pada Foto Cranium dengan Menggunakan Film Yang Berbeda Merek
  16. Perbandingan Teknik Pemeriksaan Mandibula AP dengan Mandibula Proyeksi PA
  17. Teknik Cross Table pada Kasus Trauma Suspect Fraktur pada Daerah Genu
  18. Pengaruh Haemoglobin (HB) pada Pemeriksaan CT-Scan Abdomen
  19. Perbandingan Teknik Pemeriksaan Pedis AP dengan Axial 15 Supero Inferior  √
  20. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontras Film pada Automatik Processing
  21. Analisa Pengaruh Oksidasi Udara Terhadap Cairan Developer
  22. Perbandingan Gambaran pada Foto Genu Posisi AP dengan Posisi AP Weight-Bearing Bilateral pada Pasien dengan Kasusu OsteoArthritis
  23. Analisis Pergeseran Gambaran pada Pemeriksaan dengan Penyudutan 15 , 30, 45 √ (fdlan)
  24. Terjadinya Shortening (Shortngasi) pada Pemeriksaan Dental √
  25. Perbandingan Efektifitas Stationary Grid (Lysolm) dengan Moving Grid pada Pemeriksaan Abdomen dengan Menggunakan Rasio Grid yang Sama
  26. Perbandingan Hasil Gambaran yang lebih Bagus pada Pemeriksaan TMJ pada Posisi Caudal dan Cranial
  27. Alat Bantu yang Bisa Mempermudah Memposisikan pada Pemeriksaan BNO Setengah Duduk.
  28. Perbedaan Foto Gleno Humerol Joint pada Posisi AP dan Oblique dengan Arah Sinar di Sudutkan dan Horizontal. 
  29. Perbandingan Pemeriksaan Orbita dengan Teknik AP-Oblique dan PA-Oblique 
  30. Perbandingan Foto Pelvis dengan Sinar Inlet dan Outlet dengan Penyudutan
  31. Survey Penjaminan Mutu dan Kendali Mutu Kolimator Pesawat Radiologi Di RSI Siti Rahmah Padang
  32. Perbedaan Gambaran Radiographi Sternum dengan Proyeksi PA-Oblique pada Variasi Rotasi tubuh 15 , 20 , 30 , 40 derjat
  33. Perbedaan Gambaran Radiographi pada Dental Incivus atas dengan Penyudutan 20  , dan 40  derjat Caudali
  34. Perbedaan Hasil Vertebrae Lumbalis Posisi Recumbent dan Erect dengan Klinis LBP
  35. Perbedaan Pemilihan Besar Sudut Central Ray 15 , 20 , 25 , dan 30 derjat pada Pelaksanaan Teknik radiographi Persendian Mandibula (TMJ)
  36. Perbandingan Radiograph Mastoid Metode Hensen, Schuler, dan Lysbiolm
  37. Perbandingan Shoulder Joint Axial Infero Superior dengan Supero Inferior
  38. Perbandingan Radiographi Pemeriksaan Appendicogram antara Proyeksi AP, PA, dan Oblique
  39. Pengukuran Paparan Radiasi yang Diterima Petugas pada Ruang Kontrol Instalasi Radiologi di RS-X dengan Surveymeter
  40. Teknik Magnifikasi pada Os Carpalia
  41. Perbandingan Hasil Gambaran Acromio Clavicula Joint dengan Menggunakan Beban 3 Kg Dibandingkan dengan Proyeksi AP Tanpa Beban
  42. Kualitas Gambaran yang Terbaik dari Variasi OFD pada Pemeriksaan Sella Tursica Magnifikasi  √
  43. Perbandingan Hasil Gambaran Water's dengan Menggunakan Proyeksi PA Erect dan Proyeksi Prone dengan Variasi Arah Sinar
  44. Teknik Pemeriksaan Radioterapi Eksternal pada Pasien Carsinoma Nasopharynk dengan Menggunakan Pesawat Terapi Kobalt 60.
  45. Perbandingan Densitas Gambaran dengan Menggunakan 2 (dua) merek Developer yang Berbeda dan Menggunakan Kaset dan Film Yang Sama 
  46. Pembuatan Safelight 2 (dua) Fungsi Pada Kamar Gelap
  47. Hanger Semi Otomatis Untuk Prosesing Manual
  48. Perbedaan Effusi Pleura Pada Thorax dengan RLD dan LLD
  49. Bucky Stand untuk Thorax Anak dengan Memodivikasi Agar Tidak Terkena Radiasi Hambur Orang Tua nya dengan Mengikat Tubuh Anak Tersebut.
  50. Perbandingan Foto Angkle Joint Biasa dengan Angkle Joint Mortesque.
  51. Viewing Box Menu Da Roller
  52. Perbandingan Foto Abdomen dengan Menggunakan Lisolm dan Bucky dengan Menggunakan kV dan mAS yang Sama
  53. Perbandingan Radiograph Sinus Paranasalis Antara Proyeksi PA Water's dengan Proyeksi PA Water's Open Mouth
  54. Perbandingan Radiographer Subtalar Joint Proyeksi AP Axial Oblique Metode Bronden denga Penyudutan 10, 20, 30 dan 40 Derajat Cranialy
  55. Perbandingan Radiograph Glenohumeral Joint Antara Proyeksi AP dengan Proyeksi Oblique Menggunakan Penyudutan 10 Derajat Cranialy
  56. Pengaruh Kondisi Terhadap Film Double Emulsi dan Film Single Emulsi Untuk Mendapatkan Densitas yang Sama
  57. Uji Antara Faktor Eksposi (kV) dan Pencucian Manual (Time) Untuk Menghasilkan Densitas yang Sama
  58. Pembuatan Alat Duplikat Film
  59. Perbandingan hasil gambaran MRI Kepala T1 dan T2
  60. Pengaruh Kondisi Terhadap Kaset yang Mamakai Grid dan Kaset yang tidak Menggunakan Grid untuk Menghasilkan Densitas yang Sama
  61. Pengembangan Sistem Managemen Keselamatan Radiasi dan Pengendalian Bahan Kimia pada Radiodiagnostik.
  62. Pengetahuan Radiasi yang Mengenai Mata pada Pemeriksaan Cranium dengan Menggunakan TLD
  63. Analisis Penyebaran Tumor Ganas Ditulang Melalui Diagnostik dan Terapi
  64. Analisis Pemanfaatan Data Pemeriksaan radiodiagnostik untuk Perencanaan Pelayanan Radiologi  
  65. Pemahaman Proteksi Radiasi Bagi Organ Tubuh dalam Bidang Diagnostik
  66. Paparan Radiasi Yang Diterima Mata Dan Thyroid Pasien Dibagian Mamography RS
  67. Alat Pengering Foto (Film) dengan Cara Menggunakan Panas Lampu
  68. Alat Penjerat Grid terhadap Kaset
  69. Alat Fiksasi untuk Pengambilan Foto Rontgen Mastoid dan TMJ
  70. Perbandingan Foto Rontgen Pedis Oblique Medial dengan Oblique Lateral
  71. Perbandingan Developer Bubuk dengan Developer Cair
  72. Perbandingan Gambaran Abdomen dengan Menggunakan Grid yang Berbeda ratio
  73. Perbandingan Densitas Gambaran dengan Menggunakan Developer yang Berbeda Merk
  74. Pembuatan Kunci-kunci Otomatis pada Pintu Ruangan Pemeriksaan Saat Ekspose
  75. Perbedaan Foto Sendi Bahu AP dan Oblique dengan Teknik Penyudutan dan Horizontal pada Space Articulatio
  76. Dampak Kegagalan Foto atau Foto Diulang Kembali Terhadap Pasien
  77. Fungsi CT-Scan Brain dengan Menggunakan Kontras Media dalam Menegakkan Diagnosa pada Pasien IO 
  78. Besaran Radiasi Hambur yang diterima Keluarga Pasien pada Ruang Pemeriksaan Thorak di RS
  79. Perbandingan Hasil Radiograph pada Pemeriksaan Appendikogram antara Posisi Prone dengan Posisi Supine
  80. Perbedaan Respon Film Green Sensitif Merek Agfa, Fuji, Kodak dalam Menghasilkan Diagnosa.
  81. Perbandingan Gambaran Foto Clavicula Proyeksi Top Lordotik dan Tangensial Metode Tarrant
  82. Uji Coba Pencucian Film Agfa dengan Jenis Cairan Processing Developer + Fixer Fuji
  83. Pengukuran Radiasi yang Diterima Keluarga pasien Disaat Memegang Pasien dengan TLD
  84. Pengukuran Radiasi Hambur yang Diterima Petugas Rontgen RS.M.Djamil saat Pemeriksaan Dental 
  85. Pengukuran Radiasi pada Kamar Gelap di Laboratorium ATRO
  86. Uji Coba Penggunaan Kaset dengan Speed 200 dan Film dengan Speed 400
  87. Densitas Foto Perbandingan Genu AP Supine dan AP Erect pada Kasus Penyempitan Articulatio Genu 
  88. Perbandingan Hasil Gambaran Rontgen BNO-IVP 5 menit Post Injeksi yang Menggunakan Kompresi Band dan yang Tidak Menggunakan
  89. Pengukuran Paparan Radiasi yang Diterima Masyarakat di Depan Ruang Tunggu Pemeriksaan Konvensional di RS
  90. Perbandingan Penggunaan Variasi kV dan mAS pada Pemeriksaan Ossa Cruris antara Gips Kering dan Gips Basah.
  91. Uji Speed Film antara Film yang Menggunakan Screen dan Non Screen
  92. Perbandingan Densitas Hasil Radiograph dari Developer Merek Agfa, Fuji, dan Kodak
  93. Perbandingan Hasil Radiograph dari Hasil Pemeriksaan dengan Menggunakan Grid Ratio Tinggi dan Grid Ratio Rendah
  94. Efektifitas Pemeriksaan Abdomen Lateral dengan Sinar Horizontal dalam Mendiagnosa Ileus Bayi 
  95. Perbandingan Hasil Radiograph yang Menggunakan Lysolm dan Moving Grid dengan Densitas yang Sama
  96. Perawatan Ruang Kamar Gelap
  97. Pengaruh Jarak Safelight terhadap Film di Dalam Kamar Gelap
  98. Perbandingan Gambaran Cervikal 1 (satu) dengan Penyudutan 100, 20, 30 Derjat
  99. Perbedaan Gambaran Foto Abdomen pada Objek yang Tebal dengan Menggunakan Jarak yang Berbeda dan Variasi kV dan mAS yang Berbeda
  100. Perbandingan Densitas Foto Cranium dengan Merk Film dan  Cairan yang Berbeda
  101. Alat Bantu untuk Penyangga Kepala pada Pasien yang Tidak Kooperatif pada Pemeriksaan Cranium
  102. Perbandingan Pemeriksaan Program Skoliosis antara Posisi Supine dan Erect  √
  103. Kegunaan Pemeriksaan Bone Survey pada Kasus Metastase
  104. Teknik Pemeriksaan USG pada Kasus Ca Ovarium
  105. Pengaruh Peletakan Grid Horizontal Dan Vertikal Terhadap Densitas Yang Dihasilkan
  106. Analisa Pemanfaatan Data Pemeriksaan Radiodaignostik di Perencanaan Pelayanan radiologi
  107. Penatalaksanaan CT Abdomen dengan Menggunakan Kontras Anal pada Kasus Tumor Rektum. 
  108. Perbandingan Tingkat Pengukuran Kehitaman Antara Moving Grid dengan Lisolm
  109. Pengaruh Penggunaan Kombinasi mAS terhadap Densitas dari gambaran Radiograph
  110. Uji Teori tentang Hubungan kV dan mAS terhadap Gambaran Radiograph  (tapi arahnya tak jelas)
  111. Pengaruh Suhu Kamar Gelap pada Film Terhadap Kualitas Gambaran Radiograph
  112. Teknik Merubah Hasil Gambaran Film Radiographi Menjadi Gambaran Fotographi.
  113. Perbandingan Efektifitas Pemeriksaan Lumbal pada Posisi Erect (berdiri) dengan Posisi Supine pada Pasien Skoleosis dengan HNP
  114. Besaran Radiasi Hambur yang Diterima oleh Mammae Pada Pasien Wanita dalam Pemeriksaan IVP
  115. Besaran Radiasi Hambur yang Diterima oleh Mata pada Pemeriksaan Dental
  116. Pengaruh Campuran Komponen Zat Pewarna dan Zat Perasa pada Barium terhadap Penggunaan Bahan Kontras dalam Pemeriksaan Apendicogram
  117. Pengukuran Radiasi Yang Diterima Petugas/Radiographer pada Kontrol Table di CT Scan RSI Siti Rahmah.
  118. Pengukuran Dosis Radiasi yang Diterima Anak-Anak pada Pemeriksaan Thorax AP dan Lateral
  119. Pengukuran Radiasi Hambur pada Ruangan Pemeriksaan IGD Radiologi M.Djamil
  120. Pengukuran Radiasi yang Diterima Petugas pada Tombol Ekspose di Ruangan Dental RS.M.Djamil
  121. Perbandingan Kualitas Foto BNO dengan Menggunakan Lysolm dan Grid Pada Bucky
  122. Pembuatan Alat Fiksasi Pemeriksaan Mastoid
  123. Pemakaian Alat Pada Pemeriksaan Cruris Dewasa dan Anak-anak dalam keadaan Fraktur
  124. Perbandingan Pemeriksaan Apendicogram pada Jarak : 10 jam, 24 jam, dan 48 jam
  125. Perbedaan Pelaksanaan Barium Enema Melalui Irigator dan Injeksi 50 cc
  126. Pembuatan Alat Pengaman Cervical dalam Keadaan Fraktur
  127. Perbandingan Densitas Pada Pemeriksaan Thorax dengan Menggunakan kV Sama, mAS yang Berbeda dengan Menggunakan CR
  128. Teknik Pemeriksaan Malleolus Lateralis dengan Posisi Endorotasi 350
  129. Pengaruh Densitas Gambaran pada Perbedaan Komposisi Cairan Developer Agfa dan Fixer Fuji 
  130. Perbandingan Hight kV Teknik dengan kV Standar Terhadap Nilai Ekspose Indeks Pada Pemeriksaan Thorax dengan Menggunakan CR 
  131. Perbandingan Cairan pada Pemeriksaan Dental dengan Pencucian Secara Injeksi dengan Processing Biasa.
  132. Jarak Aman Petugas Radiologi dalam Melakukan Pemeriksaan Dental Oral
  133. Perbandingan Radiasi Yang Diterima Pasien dengan Menggunakan Grid atau Tanpa Grid pada Densitas yang Sama
  134. Perbandingan Pemeriksaan Sella Tursica antara Objek Menempel dengan Magnifikasi
  135. Prospek Masa Depan dengan Teleradiographi
  136. Pemeriksaan CT-Scan Brain pada Kasus Tumor Ekstra Cranial 
  137. Minimize Portable ID Printer
  138. Pemotretan Foto Kepala pada Pasien Contusio Cerebri Tanpa Merotasikan Kepala
  139. Teknik Makroradiographi pada Pemeriksaan Ekstremitas dengan Curiga Fisura  √
  140. Standar Ruangan Pemeriksaan Radiologi pada Rumah Sakit Tipe-C
  141. Pemeriksaan Lumbal Oblique pada Kasus HNP
  142. Magnifikasi pada Sella Tursica
  143. Bone Age (Perbandingan Umur Tulang pada Anak Umur ± 5 Thn dengan Umur ± 7 Thn
  144. Pemeriksaan Oesephagus dengan Sangkaan Tumor  √
  145. Pemeriksaan Abdomen dengan Sangkaan Hidroneprosis  √
  146. Perbandingan Gambaran Radiographi Pneumo Thorax dengan Thorax Normal
  147. Pengaruh PH Cairan Lama dengan Cairan Baru Terhadap Densitas Radiograph yang Dihasilkan dengan Menggunakan Densitometer  √
  148. Menguji Kebocoran Kamar Gelap Terhadap Cahaya Tampak di Rumah Sakit
  149. Perbedaan Foto Thorax Supine dan Erect  √( arahnya kemana?)
  150. Pengaruh Perbedaan Filter Safelight Warna Merah dan Orange terhadap Densitas Film
  151. Teknik Perbandingan Foto Lordotik pada Pasien dengan Pengaturan Posisi Pasien dan Penyudutan
  152.  Fungsi IVP CT Abdomen dalam Menegakkan Diagnosa pada Kasus Tumor Ginjal di RS 
  153. Perbedaan Hasil Gambaran dengan Menggunakan Film Single Emulsi dan Double Emulsi
  154. Pengaruh Kenaikan Suhu Developer Terhadap Kualitas Gambaran Radiografi
  155. Penatalaksanaan Pemeriksaan BNO-IVP dengan Kompresi dan Tanpa Kompresi pada Kasus Nephrolithiasis.